Tuesday, September 2, 2008

Semangat di Tanah Tandus

Pemberdayaan Masyarakat

Selasa, 2 September 2008 | 03:00 WIB
Elok Dyah Messwati

Kompas Images
Siswa SD di Desa Suane, Kecamatan Miomaffo, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bergembira dengan seragam SD dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Generasi. Meski tanpa sepatu, mereka tetap semangat bersekolah.

Ketika pagi masih gelap, ketika banyak orang masih terlelap, Stefanus Rusae (15) sudah merebus jagung atau membuat bubur nasi. Hanya dengan menyantap jagung, ubi, atau bubur nasi kosong, Stefanus menapaki tanah tandus, menyusuri bukit berbatu menuju sekolahnya.

Stefanus adalah satu dari ribuan anak-anak dusun di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terpaksa menapaki jalan sejauh 4-7 kilometer menuju sekolah mereka. Hanya nasi atau bubur kosong yang mereka konsumsi untuk ”menipu” perut. Sekadar kenyang.

Di sekolah pun mereka tak bisa berpikir, apalagi serius belajar karena perut dalam kondisi lapar.

Stefanus adalah satu dari ratusan anak-anak di Desa Noebaun, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara, yang harus berjuang keras menggapai cita-citanya. Ketika matahari belum terbit, Stefanus harus berjalan kaki sejauh 5 kilometer menuju sekolahnya di SMP Negeri 1 Atap Noehala, Desa Noebaun.

Ayahnya, Yacobus Rusae, hanya bertani. Dua kakak Stefanus cuma tamat SD. Ibu Stefanus telah meninggal dunia karena kanker.

Tetap semangat

Tidak cuma Stefanus. Masih ada Gerardus Pantola (15), Adrianus Banusu (14), dan Matilda Manuel (15) yang rumahnya di Dusun Oeprigi yang harus berjalan kaki ke sekolah sejauh 5 kilometer.

Anak-anak itu bersekolah tanpa alas kaki, tanpa seragam, dan tanpa tas sekolah. Ke sekolah dengan mengenakan seragam dan sepatu merupakan suatu kemewahan dan bahkan cuma mimpi.

Namun, mimpi itu sekarang terwujud sudah. Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Generasi masuk ke desa-desa di Kabupaten Timor Tengah Utara, anak-anak SD dan SMP kini sudah mengenakan seragam sekolah. Untuk SD baju putih dengan celana atau rok merah, sedangkan SMP baju putih dengan celana atau rok biru.

”Dana PNPM kami gunakan untuk pengadaan seragam SD dan SMP, alat tulis sekolah, tas, serta payung,” kata Camat Miomaffo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Robby Nahas.

Meski kebutuhan sepatu, tas, dan buku-buku belum semua anak terpenuhi, setidaknya pemberian baju seragam SD/SMP itu sudah membuat semangat mereka terpacu kembali.

Sejak 2007 PNPM Generasi sudah dilaksanakan di 1.610 desa di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur. PNPM Generasi menargetkan cakupan universal terhadap 12 jenis pelayanan kesehatan dan pendidikan secara spesifik, termasuk pelayanan kesehatan dasar ibu dan anak, kekurangan gizi anak, serta angka pendaftaran dan kehadiran di SD dan SMP.

Meningkat

Sasaran dan cakupan PNPM Generasi terus meningkat. Jika pada tahun 2007 wilayah cakupan baru meliputi 129 kecamatan di lima provinsi, pada 2008 meningkat menjadi 178 kecamatan.

Untuk Kabupaten Timor Tengah Utara, jumlah anak yang terlayani juga meningkat. Jika tahun 2007 sebanyak 23.537 anak SD dan 7.465 anak SMP merasakan manfaat PNPM Mandiri, tahun 2008 meningkat menjadi 25.102 siswa SD dan 8.077 siswa SMP.

”Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi siswa,” kata Bupati Timor Tengah Utara Gabriel Manek, akhir Agustus 2008.

PMT AS

Masuk sekolah dengan perut kosong bagi sejumlah anak di Kabupaten Timor Tengah Utara sudah biasa. Namun, hal itu tidak bisa diteruskan dan dipandang sebagai sesuatu yang lumrah. Orang awam pun tahu, anak yang bersekolah membutuhkan gizi dan protein yang cukup.

Karena itu, para kader di desa-desa di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Sumba Timur mengusulkan Program Pemberian Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMT AS). ”Program-program yang dilaksanakan merupakan usulan dari bawah, dari warga dusun atau desa, bukan dari atas,” kata Sejd Muhammad dari Bank Dunia yang turut mendukung PNPM Generasi.

Karena itu, kini setidaknya dua kali seminggu siswa SD dan SMP di Timor Tengah Utara dan di Sumba Timur mendapatkan PMT AS, seperti kacang hijau, roti manis, dan susu menjelang bel pulang sekolah.

Tidak cuma itu, sebanyak 12 anak lulusan SD Bidi Praing di Desa Kiritana, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, yang pada tahun 2007 putus sekolah, kini sudah melanjutkan pendidikannya ke SMP.

Sekolah ke SMP terdekat adalah ke ibu kota Kabupaten di Waingapu. Itu pun berjarak 17 kilometer. Jika menyekolahkan anak ke SMP, artinya harus menyediakan uang transpor. Meski sekolah, seragam, dan buku gratis, uang transpor tetap menjadi beban bagi orangtua.

”Dana PNPM memberikan bantuan transpor Rp 24.000 setiap bulan untuk anak-anak tidak mampu di desa Kiritana agar bisa ke SMP di Waingapu,” kata Nicky Babyes, fasilitator PNPM Generasi Kabupaten Sumba Timur.

Begitu pula di Kabupaten Timor Tengah Utara, anak-anak miskin yang berjalan kaki ke sekolah kini diberi dana untuk biaya ojek atau angkutan umum untuk mencapai sekolah.

Memang tak mudah memupuk semangat anak-anak di daerah tandus untuk tetap bersekolah. Namun, sekali menapak jalan, pantang surut langkah...

No comments: