Friday, November 13, 2009

Mereka Lebih Miskin daripada Saya...

Sopiah (63), (tengah), warga Kecamatan Semarang Utara, menerima bantuan dari tetangganya, Jumilah (50), sebesar Rp 105.000, Selasa (27/5). Mengetahui ada beberapa warga yang tidak mendapat bantuan langsung tunai (BLT), warga setempat berinisiatif menyisihkan uang untuk dibagikan kepada warga yang juga membutuhkan.
RABU, 28 MEI 2008 | 05:24 WIB

Sadimin (55), warga RT 04 RW 08, Kelurahan Mlati Baru, Kecamatan Semarang Timur, setelah mengambil BLT di Kantor Pos, Selasa (27/5), bergegas ke rumah Ketua RT. Ia menyerahkan Rp 100.000 untuk dibagikan kepada sesama warga miskin di RT itu yang belum menerima BLT.

Kami sepakat menyisihkan Rp 100.000 dari BLT untuk tetangga yang tidak menerima BLT,” kata penduduk Kota Semarang, Jawa Tengah, itu.

Sadimin bersama istri dan ketiga anaknya tinggal di rumah berukuran 2,5 meter x 8 meter. Ia menyekat ruangan dengan tripleks untuk memisahkan ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.

Sebagai buruh serabutan, penghasilan Sadimin tidak menentu. Jika ada proyek bangunan, ia bisa mendapat upah Rp 25.000 per hari. Jika tidak ada proyek, ia bisa menganggur hingga dua bulan. Padahal, ia perlu biaya sekolah dua anaknya.

Mendapat kartu BLT atau bantuan langsung tunai, Sadimin merasa lebih mujur daripada tetangganya. ”Sebenarnya kami sama-sama hidup susah. Makanya harus dibagi biar semua ikut merasakan,” ujarnya.

Ketua RT 04 Sri Sundari (48) mengaku mengajukan nama semua kepala keluarga (KK) di wilayahnya untuk menerima BLT. Alasannya, warga di RT-nya tidak memiliki pekerjaan tetap. Namun, dari 32 KK, hanya 12 KK yang mendapat kartu BLT.

Dalam musyawarah RT, ia mengusulkan agar warga yang menerima BLT menyisihkan sebagian jatahnya untuk warga yang tak menerima BLT.

Warga di RT 03 RW 06, Kelurahan Mlati Baru, menerapkan hal serupa. Berdasarkan musyawarah, warga yang menerima BLT sepakat menyisihkan Rp 25.000 bagi warga miskin yang tidak menerima BLT.

Yulani (56), warga RT 03 yang menerima BLT, menuturkan, ”Sebenarnya kalau tidak ngasih, ya, tidak apa-apa. Tapi, di RT sini ada dua janda miskin yang tidak dapat BLT. Mereka lebih miskin dari kami.”

Mariyem (66), janda tanpa anak yang hidup menumpang pada tetangga, juga mengaku ikhlas menyisihkan sebagian jatah BLT. ”Sing dereng angsal ben ngerti rasane (yang belum dapat biar tahu rasanya),” katanya.

Di RT 03, sebanyak 12 KK mendapatkan BLT. Jika setiap warga menyisihkan Rp 25.000, akan terkumpul Rp 300.000. Menurut Ketua RT 03 Kasno (58), uang itu langsung diberikan kepada warga yang tidak mampu oleh penerima BLT.

Tidak tepat sasaran

Pengucuran dana BLT sebagian tidak tepat sasaran. Di RT Kasno, misalnya, warga yang lebih miskin dan tinggal di rumah kontrakan tidak mendapatkan BLT, sedangkan warga yang punya rumah dan sepeda motor justru menerima BLT.

Di RT 8 RW 2 Kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara, warga sepakat menyisihkan Rp 60.000 dari BLT untuk warga miskin lain yang belum menerima BLT.

Slamet Riyanto (48) yang sehari-hari membantu istri berdagang nasi bungkus atau sego kucing urung membeli teko baru untuk warungnya. Uang BLT yang diterimanya digunakan untuk membayar tunggakan uang sekolah anaknya yang bersekolah di SMA selama tiga bulan terakhir sebesar Rp 120.000 serta membeli beras.

”Teko yang lama sudah karatan. Sudah waktunya beli baru. Tapi saya perlu berbagi dengan tetangga. Saya ikhlas…. Mereka lebih miskin daripada saya,” kata Slamet di rumahnya yang berukuran 3 meter x 4 meter dan kusam.

Sebagaimana Kasno, Slamet juga heran, tetangganya yang memiliki salon kecantikan mendapat BLT. Padahal, beberapa janda yang sudah lanjut usia dan kondisi rumahnya sangat memprihatinkan justru tidak dapat.

Menurut Ketua RT 8 Jumadi, di wilayahnya hanya 14 rumah tangga sasaran (RTS) yang menerima BLT. Padahal, ada 17 RTS lain yang sebenarnya juga layak menerima BLT.

Salah satunya Sopiah (63). Janda itu tinggal di rumah petak sempit bersama anaknya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Dari uang yang disisihkan para penerima BLT, Sopiah mendapat Rp 105.000. ”Saya berterima kasih sekali kepada tetangga. Saya tidak mampu membalas mereka. Uang ini akan saya pakai untuk membeli obat sesak napas,” katanya.

Kisah berbagi rasa semacam ini terekam pula di RT 7 RW 9 Kampung Tambra Dalam, Kelurahan Kuningan, Semarang Utara. Sembilan warga yang menerima BLT rela menyisihkan uang hingga Rp 150.000 untuk dibagikan kepada 31 warga lain.

Suwarto Ruslan (45), warga RT 7, mengaku tak sampai hati melihat para tetangga yang juga membutuhkan bantuan, tetapi tidak mendapatkan BLT.

Karena itu, tukang kebun di salah satu rumah di Perumahan Puri Anjasmoro ini ikhlas menyisihkan uang BLT untuk mereka.

Kendati demikian, ada warga yang menyisihkan uang BLT dengan syarat. Salah satunya Lasiman (37), warga RT 2 RW 3, Kampung Boom Lama, Kecamatan Semarang Utara.

Menurut tukang sapu jalan berupah Rp 650.000 per bulan itu, warga yang saat ini dibantu akan didata. Jika mendapat BLT pada tahap kedua, mereka harus mengembalikan uang kepada warga yang saat ini membantu.

Apa pun wujudnya, kesadaran warga untuk berbagi patut dihargai. Semoga kesadaran itu tidak berhenti di antara para penerima BLT, tetapi sampai pada pembuat kebijakan. Mereka diharapkan mampu membuat seluruh rakyat menikmati kekayaan Indonesia. (A05/A09)

http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/28/05241676/mereka.lebih.miskin.daripada.saya...

No comments: